Istilah Penerbangan “low cost” atau sering disebut LCC (low cost
carrier). LCC sering juga disebut sebagai Budget Airlines atau no frills
flight atau juga Discounter Carrier. LCC merupakan model penerbangan
yang unik dengan strategi penurunan operating cost. Dengan melakukan
efisiensi cost di semua lini, maskapai melakukan hal-hal diluar
kebiasaan maskapai pada umumnya, Kalau airlines pada umumnya melakukan
penambahan layanan yang memiliki value added dengan penambahan catering,
penyediaan newspaper atau magazine, in flight entertainment, in flight
shop, lounge, free taxy after landing, exclusive
frequent flier services, dan lain sebagainya. Berlawanan dengan hal
itu, Low cost carrier melakukan eleminasi layanan maskapai tradisional
yaitu dengan pengurangan catering, minimize reservasi dgn bantuan
teknologi IT sehingga layanan nampak sederhana dan bisa cepat. Pelayanan
yang minimize ini berakibat dalam hal penurunan cost, namun factor
safety tetap dijaga untuk menjamin keselamatan penumpang sampai ke
tujuan. LCC adalah redifinisi bisnis penerbangan yang menyediakan harga
tiket yang terjangkau serta layanan terbang yang minimalis. Intinya
produk yang ditawarkan senantiasa berprinsip low cost untuk menekan dan
mereduksi operasional cost sehingga bisa menjaring segmen pasar bawah
yang lebih luas.
Awal mula low cost carrier ini dirintis oleh Maskapai Southwest yang
didirikan Rollin King, Lamar Muse dan Herber Kelleher pada 1967.
Fenomena Southwest menjadi fenomena kajian bisnis penerbangan yang
sangat menarik dibahas di universitas Harvard dan diberbagai sekolah
bisnis diseluruh belahan dunia. Efisiensi yang dilakukan mencakup mulai
dari harga (murah), teknologi, struktur biaya, rute hingga berbagai
peralatan operasional yang digunakan.
Keberhasilan Southwest kemudian banyak ditiru oleh maskapai lainnya
seperti Vanguard, America West, Kiwi Air, Ryanair yang berdiri tahun
1990, Easyjet yang berdiri tahun 1995, Shuttle (anak Perusahaan United
Airlines), MetroJet (anak perusahaan USAir) dan Delta Express (anak
perusahaan Delta), Continental Lite (anak perusahaan Continental
Airlines). Langkah Low cost carrier kemudian juga ditiru di Asia dengan
munculnya Air Asia di tahun 2000 yang bermarkas di Malaysia, Virgin Blue
di Australia, sedangkan di Indonesia kemudian berdiri Lion Air, dan
Wings Air yang merupakan anak perusahaan Lion Air.
Umumnya, ciri-ciri maskapai tersebut menerapkan LCC antara lain ;
- Semua penumpangnya adalah kelas ekonomi, tidak ada penerbangan kelas premium atau bisnis.
- Kapasitas penumpangnya lebih banyak daripada kapasitas pesawat dengan layanan tradisional sehingga terlihat penumpang berdesak-desakkan. Hal ini untuk menaikkan revenue pesawat mengingat tarif yang sangat murah.
- Maskapai tersebut memiliki satu tipe pesawat untuk memudahkan training dan meminimize biaya maintenance dan penyediaan spare part cadangan. Biasanya pesawatnya baru/ umurnya masih muda sehingga hemat dalam konsumsi fuel (avtur).
- Maskapai menerapkan pola tarif yang sangat sederhana pada satu tarif atau tarif sub classis dengan harga mulai dari tarif diskon hingga mencapai 90%.
- Tidak memberikan layanan catering, di pesawat umumnya hanya disuguhkan air mineral.
- Kursi yang disediakan tidak melalui pemesanan, siapa penumpang yang masuk lebih dahulu dalam pesawat, dia yang pertama memilih kursi yang dia tempati.
- Penerbangan dilakukan di pagi buta atau malam hari untuk menghindari biaya yang mahal pada layanan bandara pada saat jam-jam sibuk.
- Rute yang diterbangi sangat sederhana biasanya point ke point untuk menghindari miss conection di tempat transit dan dampak delay dari akibat delay flight sebelumnya.
- Memberlakukan penanganan gound handling yang cepat dan pesawatnya mempunyai utilisasi jam terbang yang tinggi.
- Maskapai melakukan penjualan langsung (direct sales), biasanya via call center dan internet untuk meminize cost channel distribusi. LCC tidak dijual melalui travel agent, dan tidak menggunakan Channel Distribusi GDS (Global Distribution System) seperti Abacus,Galileo, dll.
- Penjualan tidak menggunakan tiket konvensional, cukup secarik kertas berupa kupon untuk mereduksi ongkos cetak tiket.
- Seringkali maskapai melakukan ekspansi promosi besar-besar untuk memperkuat positioning dan komunikasi karena menerapkan strategi direct sales.
- Karyawannya melakukan multi role dalam pekerjaannya, seringkali pilot dan pramugari juga sebagai cleaning services saat ground handling. Disamping itu LCC menerapkan outsourching dan karyawan kontrak terhadap SDM non vital, termasuk pekerjaan ground handling pesawat di bandara.
Di Indonesia belum ada yang menerapkan pola bisnis LCC yang sejati,
karena operasional cost maskapai yang dianggap LCC di Indonesia seperti
Lion Air dan Wings Air masih diatas rata-rata maskapai LCC pada
umumnya. Banyak analis keuangan masih menyatakan bahwa cost per
available seat mil masih berada di atas ambang standard operating cost
dari suatu Low Cost Carrier yang sejati, namun meskipun price
structure-nya sendiri sudah sesuai dengan konsep LCC sehingga mungkin
akan lebih tepat disebut dengan Low Far Carrier (LFC) karena hanya
menawarkan harga murah tetapi belum sepenuhnya mendukung prinsip-prinsip
LCC dimana struktur cost dan produktifitas maskapai masih tergolong
mahal.
Adanya konsep LFC tentu sangat menguntungkan bagi calon konsumen,
karena konsumen dihadapkan pada pilihan menggunakan transportasi udara
yang berbiaya murah dan cepat. Seringkali harganya jauh lebih murah dari
perjalanan darat dengan bus atau kereta api yang membutuhkan waktu
lebih lama. Contoh saja perjalanan Bus dari Jakarta ke Denpasar selama
24 jam membutuhkan biaya sebesar Rp 350.000 sedangkan dengan pesawat,
harga tiketnya ada yang menawarkan harga mulai dari Rp 269.000 dengan
waktu tempuh 1,5 jam. Bahkan pada saat-saat tertentu Air Asia menawarkan
kursi gratis ke Bali dengan membayar administrasi saja yang nilainya
hanya Rp 199.000. Fenomena ini membuat “Make People Can Fly” sesuai
slogan dari Lion Air yang menyadarkan kita bahwa sekarang ini semua
orang bisa terbang dengan harga yang terjangkau dan tidak lagi seperti
jaman dahulu di mana penggunaan transportasi udara hanya monopoli
orang-orang dari kalangan menengah keatas.
Perkembangan bisnis penerbangan kedepannya masih menghadapi tantangan
yang berat, mengingat harga fuel (avtur) yang terus meningkat yang
merupakan komponen biaya yang paling besar dalam total operating cost di
bisnis penerbangan disamping maintenance pesawat. Otomatis dengan biaya
operasi yang makin meningkat, maskapai terpaksa harus menaikkan tarif.
Oleh karena itu, strategi bisnis LCC yang sejati yang secara aggresif
mampu melakukan penghematan terhadap konsumsi fuel akan sangat sesuai
diterapkan di Indonesia mengingat calon-calon penumpang di Indonesia
adalah sangat sensitive terhadap price, maka kecenderungannya penumpang
akan memilih maskapai yang menawarkan harga murah, namun maskapai LCC
tetap mendapatkan profit dari bisnisnya. Maka kedepannya, besar
kemungkinannya hanya maskapai dengan pola LCC yang akan lebih mampu
bertahan dibandingkan dengan maskapai dengan pola layanan tradisional
yang lain.