Jakarta memang akrab dengan banjir saban musim penghujan datang. Tak
terkecuali kali ini. Setelah dua hari hujan lebat dengan intensitas 98
hingga 100 milimeter, sejak Rabu hingga Kamis kemarin beberapa kelurahan
terendam tumpahan air dari sungai dan saluran air (drainase).
Ketinggian genangan air bervariasi dari setengah hingga tiga meter.
Sebenarnya
apa penyebab banjir Jakarta ini? Guru Besar Konservasi Tanah dan Air di
Institut Pertanian Bogor Prof Dr Ir Naik Sinukaban, berpendapat bila
banjir di Jakarta disebabkan penggunaan lahan di kawasan DAS (daerah
aliran sungai) Ciliwung. Penggunaan lahan jelas tidak sesuai dengan
kaidah-kaidah konservasi tanah (penggunaan lahan dari hulu hingga hilir
sungai).
"Jadi, koefisien muka air hampir di semua DAS yang masuk
ke Jakarta itu tinggi. Karena penggunaan lahan untuk pengelolaan DAS
sudah sangat buruk," kata dia ketika dihubungi merdeka.com, Jumat
(18/01).
Sinukaban menjelaskan, curah hujan di Jakarta sebenarnya
tidak terlalu tinggi. Tetapi kenapa banjirnya luar biasa? Dia
melanjutkan, itu karena pengelolaan DAS buruk. Akibatnya, sebagian besar
air hujan tidak terserap tanah, tetapi mengalir di permukaan tanah,
lalu langsung masuk ke sungai.
Apalagi selama ini pemerintah juga
kurang bersungguh-sungguh menangani persoalan banjir dan buruknya DAS
ini. Pemerintah, khususnya Provinsi DKI Jakarta hanya melakukan
pencegahan lewat pendekatan perbaikan (engineering) saluran drainase,
normalisasi sungai lokal, membangun saluran air untuk mempercepat aliran
air ke laut. Padahal, cara-cara itu merugikan warga karena dampaknya
juga buruk.
Seharusnya, dia melanjutkan, pemerintah bisa
mengelola banjir dari hulu hingga hilir bersamaan dengan pendekatan
pendekatan engineering itu. Selain bisa mengatasi banjir, sekaligus
menjadi solusi kekurangan air bersih ketika kemarau tiba."Nah saya
pernah menghitung, selama musim hujan, Oktober, November, Desember,
Januari, Februari, ada sekitar 1,3 sampai 1,5 miliar meter kubik air
yang hilang. Air itu tidak bisa digunakan."
Heri Santoso, Tenaga
Ahli Menteri Kehutanan Bidang Pengembangan Pengelolaan Daerah Aliran
Sungai mengatakan, DAS mutlak harus dikelola dengan benar. Sebenarnya,
Heri menjelaskan, ada tiga banjir di Jakarta. Pertama banjir kiriman
dari daerah hulu (DAS) kemudian mengalir ke muara di Jakarta. Bila
saluran-saluran itu tidak mampu menampung air, maka air bakal meluap.
Kedua
banjir lokal. Intensitas hujan tinggi sebenarnya tidak hanya di hulu,
tetapi di wilayah DKI Jakarta juga. Kalau saluran-saluran air, termasuk
13 sungai, drainase, dan gorong-gorong tidak mampu menampung air, air
bakal meluap ke permukiman warga. Di sisi lain, Jakarta juga memiliki
banjir rob akibat pasang air laut.
Sekitar 40 persen wilayah
daratan Jakarta memiliki ketinggian di bawah permukaan laut. Bila hujan
tiba air di daratan sulit mengalir ke laut, sehingga air kembali meluap.
"Dan semua dipicu oleh intensitas curah hujan tinggi. Jadi kalau yang
terkait dengan daerah hulu DAS," kata dia menegaskan.
sumber
Tidak ada komentar:
Posting Komentar